Kehidupan mengenal sisi hitam dan sisi putih.Bahwa norma dan aturan agama adalah sebuah parameter,namun garis pembatas antara sisi hitam dan sisi putih pastinya bukan berdasarkan sebuah subyektifitas belaka.Dan ketika garis pembatas hitam dan putih itu dibuat bukan lagi sebagai garis imajiner,siapa yang rela dan bersedia berada di sisi hitam?.
Dalam dunia pewayangan,Togog secara sukarela berada dalam sisi itu.Togog yang sebenarnya bagian dari penghuni kahyangan - tempat bermukimnya para dewata-ini,mendapat hukuman untuk turun di dunia menjadi pengasuh tokoh -tokoh yang dicitrakan sebagai tokoh jahat.Keadaan Togog,tentunya sangat berbeda dengan yang dialami Semar.Meski sama-sama dihukum untuk turun ke dunia dan tak lagi sebagai penghuni kahyangan,Semar jauh lebih beruntung karena Semar menjadi pengasuh para ksatria yang tentunya adalah dicitrakan sebagai tokoh yang baik budi.
Serat Purwacarita mengisahkan,bahwa Sang Hyang Tunggal yang beristri Dewi Rekatawati memperoleh keturunan berupa sebutir telur yang bercahaya.Dengan rasa kesal,Sang Hyang Tunggal membanting telur itu dan pecah menjadi tiga bagian.Ketiga bagian telur yang pecah itu menjelma menjadi 3 anak laki-laki.Cangkang telur menjadi Batara Antaga ( Togog ).Putih telur menjadi Batara Ismaya ( Semar ).Dan kuning telur menjadi Batar Manikmaya ( Batara Guru ).Ambisi Togog dan Semar untuk menjadi pewaris kahyangan membuat Sang Hyang Tunggal marah.Sebagai hukuman maka Semar dan Togog tidak lagi menjadi penghuni kahyangan.
Keberadaan dan misi Togog jelas berbeda dengan yang dilakukan Semar.Semar,karena berada pada pihak ksatria lebih mengarah kepada tugas untuk memberikan nasihat berupa strategi dan taktik.Semar berada dalam sebuah skenario penghuni kahyangan untuk merumuskan strategi dalam rangka menuju akhir kemenangan golongan putih.Sedangkan keberadaan Togog lebih kepada upaya memberi nasihat dan peringatan kepada tokoh-tokoh yang berada di dalam asuhannya.Maknanya adalah tugas Togog adalah mencegah perilaku tindakan dan aksi kejahatan dari tokoh-tokoh itu terjadi.Meski pun dalam cerita pewayangan hampir semua nasihat Togog tidak digubris penguasa.Dilihat dari hal ini,maka posisi Togog jauh lebih sulit dibandingkan Semar.
Meski Togog berada dalam posisi sebagai pengasuh atau "batur", Togog tidak menjadi kehilangan jati dirinya.Togog tetaplah sosok yang memiliki kecerdasan sebagai dewata.Maka,meski berada dalam lingkungan tokoh-tokoh jahat,Togog tidak lebur dalam perilaku jahat.Togog juga tidak lebur dalam opini pendapat umum.Sebagai sosok yang berangkat dari keintelektualan dewata,Togog mampu menjaga kejernihan pikirannya.Berani memberikan nasihat dan berani mengatakan tidak kalau memang itu semestinya tidak dilakukan.Itu semua karena Togog memang tidak berkepentingan terhadap kedudukan,harta atau berbagai bentuk perlindungan dan penghargaan untuknya.
Kemandirian opini Togog barangkali tak berlaku di dunia politik kita.Dalam dunia politik kita sebuah opini tidaklah sesederhana opini Togog yang tanpa pretensi.Kalau opini Togog masih bisa dijadikan acuan,maka hiruk pikuk politik kita menegaskan bahwa opini tak bisa dijadikan pegangan karena penuh keterpihakan.Dunia politik kita memang tidak serta merta menegaskan sebuah sisi hitam atau sisi putih laiknya kehidupan Togog.Sisi hitam dan sisi putih amat tergantung kepada keterpihakan sebuah pendapat.Maka,sebuah hal yang dalam kacamata pehaman awam teramat sederhana,bisa jadi merupakan permasalahan berliku dengan pemutarbalikkan opini.Kalau silang pendapat yang sering dihadirkan di televisi berharap untuk mendapatkan kejernihan sebuah pendapat,rasanya hanyalah berharap sebuah kesia-siaan.Yang lebih sering kita saksikan adalah sebuah depat kusir tanpa perlu merasa tercoreng latar belakang keintelektuan mereka.
Pemilu telah berakhir dan telah memunculkan pemenang.Mereka yang telah merasa berjuang dalam team pemenangan tentunya telah berhitung.Ada harga yang diharapkan untuk dibayar atas jerih payah dalam penggalangan opini dan pembelaan sedemikian rupa.Entah apa jadinya kalau dalam penyusunan pemerintahan mendatang,para penggalang opini tadi tidak mendapat porsi dalam pemerintahan seperti yang diharapkan.Menjadi kutu loncat barangkali alternatif lain yang dilakukan.Sebuah hal yang sebenarnya teramat biasa dilakukan politisi kita untuk memperbesar peluang.Sesaat berganti pijakan kaki dan berganti warna ideologi.
Sayangnya dunia Togog tak mengenal terminologi kutu loncat.Dunia Togog memang teramat naifnya.Apapun yang terjadi,Togog akan tetap berada di tempatnya.Meski pada sebuah sisi yang tidak menguntungkan secara pribadi.
Serat Purwacarita mengisahkan,bahwa Sang Hyang Tunggal yang beristri Dewi Rekatawati memperoleh keturunan berupa sebutir telur yang bercahaya.Dengan rasa kesal,Sang Hyang Tunggal membanting telur itu dan pecah menjadi tiga bagian.Ketiga bagian telur yang pecah itu menjelma menjadi 3 anak laki-laki.Cangkang telur menjadi Batara Antaga ( Togog ).Putih telur menjadi Batara Ismaya ( Semar ).Dan kuning telur menjadi Batar Manikmaya ( Batara Guru ).Ambisi Togog dan Semar untuk menjadi pewaris kahyangan membuat Sang Hyang Tunggal marah.Sebagai hukuman maka Semar dan Togog tidak lagi menjadi penghuni kahyangan.
Keberadaan dan misi Togog jelas berbeda dengan yang dilakukan Semar.Semar,karena berada pada pihak ksatria lebih mengarah kepada tugas untuk memberikan nasihat berupa strategi dan taktik.Semar berada dalam sebuah skenario penghuni kahyangan untuk merumuskan strategi dalam rangka menuju akhir kemenangan golongan putih.Sedangkan keberadaan Togog lebih kepada upaya memberi nasihat dan peringatan kepada tokoh-tokoh yang berada di dalam asuhannya.Maknanya adalah tugas Togog adalah mencegah perilaku tindakan dan aksi kejahatan dari tokoh-tokoh itu terjadi.Meski pun dalam cerita pewayangan hampir semua nasihat Togog tidak digubris penguasa.Dilihat dari hal ini,maka posisi Togog jauh lebih sulit dibandingkan Semar.
Meski Togog berada dalam posisi sebagai pengasuh atau "batur", Togog tidak menjadi kehilangan jati dirinya.Togog tetaplah sosok yang memiliki kecerdasan sebagai dewata.Maka,meski berada dalam lingkungan tokoh-tokoh jahat,Togog tidak lebur dalam perilaku jahat.Togog juga tidak lebur dalam opini pendapat umum.Sebagai sosok yang berangkat dari keintelektualan dewata,Togog mampu menjaga kejernihan pikirannya.Berani memberikan nasihat dan berani mengatakan tidak kalau memang itu semestinya tidak dilakukan.Itu semua karena Togog memang tidak berkepentingan terhadap kedudukan,harta atau berbagai bentuk perlindungan dan penghargaan untuknya.
Kemandirian opini Togog barangkali tak berlaku di dunia politik kita.Dalam dunia politik kita sebuah opini tidaklah sesederhana opini Togog yang tanpa pretensi.Kalau opini Togog masih bisa dijadikan acuan,maka hiruk pikuk politik kita menegaskan bahwa opini tak bisa dijadikan pegangan karena penuh keterpihakan.Dunia politik kita memang tidak serta merta menegaskan sebuah sisi hitam atau sisi putih laiknya kehidupan Togog.Sisi hitam dan sisi putih amat tergantung kepada keterpihakan sebuah pendapat.Maka,sebuah hal yang dalam kacamata pehaman awam teramat sederhana,bisa jadi merupakan permasalahan berliku dengan pemutarbalikkan opini.Kalau silang pendapat yang sering dihadirkan di televisi berharap untuk mendapatkan kejernihan sebuah pendapat,rasanya hanyalah berharap sebuah kesia-siaan.Yang lebih sering kita saksikan adalah sebuah depat kusir tanpa perlu merasa tercoreng latar belakang keintelektuan mereka.
Pemilu telah berakhir dan telah memunculkan pemenang.Mereka yang telah merasa berjuang dalam team pemenangan tentunya telah berhitung.Ada harga yang diharapkan untuk dibayar atas jerih payah dalam penggalangan opini dan pembelaan sedemikian rupa.Entah apa jadinya kalau dalam penyusunan pemerintahan mendatang,para penggalang opini tadi tidak mendapat porsi dalam pemerintahan seperti yang diharapkan.Menjadi kutu loncat barangkali alternatif lain yang dilakukan.Sebuah hal yang sebenarnya teramat biasa dilakukan politisi kita untuk memperbesar peluang.Sesaat berganti pijakan kaki dan berganti warna ideologi.
Sayangnya dunia Togog tak mengenal terminologi kutu loncat.Dunia Togog memang teramat naifnya.Apapun yang terjadi,Togog akan tetap berada di tempatnya.Meski pada sebuah sisi yang tidak menguntungkan secara pribadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar